AL-MURJIAH
المُـــــــــرْجِئَة
Berkeyakinan kalau sudah iman,m
maka boleh ma'siat, dan apabila orang itu kufur/tiadk iman ,maka tidak ada manfaat apa apa.
1.
التَّـــــارِكِيَة (AT-TARIKIYAH)
قَالُوْا لَيْسَ لِلّهِ
عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِــــــــهِ فَــرِيْضَــةٌ سِوَى الْإِيْــــمَانِ بِهِ
فَمَنْ أمَـــنَ بِهِ فَلْيَفْعَلْ مَا شَـــاءَ {تفســــــــــــــــير القرطبى،
جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa :
semua makhluq itu tidak mempunyai kewajiban apapun dihadapan Allah kecuali
iman, maka bagi siapa saja yang sudah beriman boleh bertindak apa yang dia
kehendaki.
Menurut
ASWAJA :
Orang itu tidak cukup dengan iman saja, harus
dibuktikan dengan tindakan.
الإِيْمَانُ
عُـــــرْيَانٌ وَلِبَاسُهُ التَّقْـــوَى وَزِيْـــنَتُهُ الْحَيَاءُ
وَثَمْـــرَتُهُ الْعِـــلْمُ
Artinya :
“ iman itu
telanjang dan pakaiannya adalah taqwa, hiasannya adalah malu dan buahnya adalah
ilmu.
Orang yang tidak punya malu akan bertindak
semena-mena dan tidak takut kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْــبُــدُوْنَ ﴿الذاريـات : ٥٦﴾ لقــوله
تعالى :
Artinya : “ dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan
Manusia kecuali untuk mengabdi kepadaku”.
2.
السَّـــــائِبِيَّة (AS-SAIBIYAH)
قَالُوْ إِنَّ اللهَ
تَعَالَى سَيَّبَ خَلْقَـــهُ لِيَفْعَـــلُوْا مَا شَــاءَ
{تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa :
Allah membiarkan kepada manusia untuk berbuat semaunya.
Menurut ASWAJA :
Allah itu tidak mungkin menciptakan
manusia tanpa peraturan. Jenisnya peraturan itu ada yang berupa perintahan dan
ada larangan, maka siapa yang ikut perintahan Allah, maka surgalah tempatnya
dan siapa yang melanggar maka nerakalah tempatnya.
3.
الرَّاجِيَـــــــــــة (AR-ROJIAH)
لَايُسَمَّى الطَّائِعُ
طَائِعًا وَلَا الْعَاصِى عَاصِيًــا لِأَنَّا لَانَدْرِىْ مَالَهُ عِنْدَ اللهِ
تَعَالَى {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : orang yang to’at
itu tidak bisa disebut to’at dan orang yang melakukan ma'siat tidak bisa
disebut ma'siat, karena kita besok tidak tahu dalam pengadilan Allah apakah
mendapatkan ampunan atau tidak.
Seumpama kita di dunia melakukan to’at, tapi kalau besok
ditakdir orang tidak beruntung, maka sia-sia amal kita, ini seperti orang yang
hakekat tanpa syari’at.
Menurut ASWAJA :
orang yang to’at itu bisa disebut
to’at dan orang yang melakukan ma'siat
bisa disebut ma'siat.
JALAN UNTUK MENUJU AKHIRAT ITU ADA 3, YAITU
:
1.
شـــريعة : peraturan-peraturan agama yang dibebankan kepada orang yang
sudah baligh. Seperti haram, wajib, sunnah, makruh, dan muvah.
2.
طـــريــقة : jalan/amalan melakukan peraturan agama, baik berupa melakukan
perintah. Seperti sholat, mencari ilmu syar’i dan sebagainya atau berupa
menjauhi larangan. Seperti tidak berzina, minum khomr, membunuh dan sebagainya.
3.
حقيـــــــقة : inti pokok/tujuan.
Orang yang hanya melakukan syari’at
tanpa chaqiqot itu kosong, sedangkan melakukan chaqiqot tanpa syri’at itu
batal.
4.
السَّــــالِبِيَّة (AS-SALIBIYAH)
قَالُوْا الطَّاعَةُ
لَيْسَتْ مِنَ الْإِيْــمَانِ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa :
tho’at itu tidak sebagian dari iman.
Menurut
ASWAJA :
Tho’at itu menjadi tanda bahwa dirinya
beriman, sebab tanadanya iman adalah
melakukan perintah Allah seperti sholat, puasa, zakat dan sebagainya.
5.
البَهِيْـــشِيَة (AL-BAHISSIYAH)
قَالُوْا الإِيْمَانُ
عِلْمٌ وَمَنْ لَايَعْلَمُ الْحَقَّ مِنَ الْبَاطِلِ وَالْحَلَالِ مِنَ
الْحَـــرَامِ فَهُوَ كَافِـــــرٌ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa :
iman adalah ilmu, siapa orang yang tidak mengerti mana barang yang حق
(benar) dari barang yang باطل (salah) , barang halal dan barang haram maka orang itu dianggap
kafir.
Menurut ASWAJA :
Siapa orang yang tidak bisa membedakan
mana barang yang haram dan yang halal maka orang itu tidak kafir, tapi bodoh
dalam agama, karena dalam agama diperintahkan ( sangat diwajibkan) untuk
belajar ilmu tentang apa saja yang akan dilakukannya agar bisa selamat dari
barang yang haram, sebab orang itu jika memakan/memakai barang yang haram, maka
do’a-do’anya tidak akan bisa dikabulkan dan akan disiksa.
هُــوَ تَصْدِيْــقٌ فِى
الْقَلْبِ وَإِقْـــْرَارٌ بِاالِّلســانِ وَعَمَـــــلٌ بِالْأَرْكَانِ الإِيْمَانُ
Iman adalah keyakinan/kemantaban hati, di ucapkan dengan lesan dan di amalkan
dengan perbuatan anggota badan.
6.
العَمَلِيـَـــــة (AL-‘AMALIYAH)
قَالُوْا الْإيْمَــــانُ
عَمَلٌ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : iman adalah
amal, maka siapa saja orang yang tidak amal maka tidak iman.
Menurut
ASWAJA :
Iman tidak amal dinamakan orang fasiq. Dan amal
tanpa iman dinamakan munafiq.
Isi atau kandungan iman adalah :
1. Meyakini di dalam hati
2. Pengakuan Lisan (mengakui)
3. Pengamalan
Maka bila tidak
amal, dikatakan orang yang imannya tidak sempurna.
7.
المَنْقُـــــوْصِيَة (AL-MANQUSIYAH)
قَالُوْا
الْإِيْمَـــانُ لَايَزِيْدُ وَلَا يَنْقُــصُ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز
: ٤، ص ١٦٢}
Bekeyakinan bahwa : iman itu tidak bisa
tambah dan tidak bisa kurang.
Menurut ASWAJA :
Iman itu bisa tambah dan bisa kurang sebab
amal, orang semakin banyak to’atnya,
maka iman orang itu bisa bertambah. Jadi iman itu bisa dilihat dari segi
tho’atnya, kalau orang itu tho’atnya tambah maka imannya tambah, kalau
tho’atnya kurang maka imannya berkurang.
Imam auza'i mengatakan :
Siapa orang yang mengatakan iman tidak bisa tambah/kurang maka
sama dengan melakukan bid'ah, maka jauhilah !
8.
المُسْتَسْنِيَة (AL-MUSTASNIAH)
قَالُوْا
الْإِسْتِثْنَاءُ مِنَ الْإِيْمَـــانِ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص
١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : ISTISNA’ (orang yang
mengucapkan “أَنَا مُــؤْمِنٌ اِنْ شَــاءَ اللهُ ” : saya
orang mu’min insyaallah) sebagian dari iman.
Menurut ASWAJA :
Orang yang mengucapakan “أَنَا مُــؤْمِنٌ اِنْ شَــاءَ اللهُ ”
Menurut Imam Hanafi : tidak boleh. Maka
ucapkanlah اَنَا مُــؤْمِنٌ حَقًّا saya sejatinya orang mu’min, sebab
termasuk perkara yang jelas.
contoh : saya bergerak, maka jelas dikatakan
bergerak, tidak dikatakan saya bergerak insyaalalah.
Menurut Imam Syafi’i : boleh, Karena yang dimaksud iman itu
تَصْــدِيْقٌ فِيْ
الْقَلْبِ وَ اِقْـــرَارٌ بِاللِّــسَانِ وَعَمَلٌ بِالْاَرْــكَانِ
(meyakini di hati,
mengakui dengan lisan, pengamalan dengan tindakan). Yang dimaksud disini adalah
ragu amalannya itu apakah suda menetapi
syarat rukun/belum apakah diterima / tidak. Maka boleh mengucapkan اَنَا مُــؤْمِنٌ اِنْ شَــاءَ اللهُ .
9.
المُشَبِّهــة (AL-MUSYABIHAH)
قَالُوْا بَصَـــرٌ
كَبَصَـــرٍ وَيَــدٌ كَيَـــدٍ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : Allah mempunyai
penglihatan seperti penglihatan makhluq, dan mempunyai tangan seperti tangannya
makhluq.
Golongan yang berkeyakinan seperti musyabihah adalah
( KIROMIYAH/ WAHABI ) berkeyakinan menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya
dan juga berkyakinan bahwa Allah
bertempat di ARSY.
Menurut ASWAJA :
Allah tidak boleh disifati dengan barang baru.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ
شَيْءُ ﴿الشـــورى : ١١﴾
Artinya : “ tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia (الله)".
Dan Allah itu menguasai ARSY bukan bertempat di ARSY.
Yang dimaksud يَدُ اللهِ فَــوْقَ اَيْــدِيْهِمْ adalah bukan Chakikat tangan, tapi kekuasaan
Allah itu di atas (lebih kuasa) kekuasaan para makhluq.
10. الحَشَـــوِيَة (AL-CHASAWIYAH)
قَالُوْا حُكْمُ
الْأَحَادِيْثِ كُلِّهَا وَاحِدٌ فَعِنْدَهُمْ أَنَّ تَارَكَ النَّفْلِ كَتَارِكِ
الْفَـــــرْضِ {تفســــــــــــــــير
القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa :
hukumnya semua hadits itu satu, maka orang yang meninggalkan perkara sunah seperti
meninggalkan perkara wajib.
Menurut ASWAJA :
Hukumnya hadis itu ada yang shohih,
chasan, dloif, maudhu’, dan lain-lain.
Meninggalkan perkara sunah tidak sperti meninggalkan perkra
wajib/fardlu. Sebab yang
dimaksud :
1.
Sunnah adalah setiap perkara yang apabila dilakukan mendapat
pahal dan bila ditinggalkan tidak disiksa/tidak dosa.
2.
Wajib
adalah setiap perkara yang
apabila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan mendapat siksa/dosa.
11.
الظَّاهِـــرِيَة (ADZ-DHOHIRIYAH)
الَّذِيْنَ نَفَــوْا
الْقِيَــاسَ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : dalam agama
islam tidak ada QIYAS (menyamakan sesuatu pada sesuatu yang lain karena ada
titik persamaan diantara kedua perkara tersebut)
Menurut ASWAJA :
Dalam agama islam qiyas itu tetap
ada, sebab pedomannya orang islam itu ada 4 : Al-qur’an, Chadist, Ijma’ dan
qiyas. Berdasarkan :
يَاۤ اَيُّهَاالَّذِيْنَ
اٰمَنُــوْا أَطِيْعُــوْا اللهَ وَأَطِيْـعُــوْا الرَّسُــــوْلَ وَاُولِى
الْاَمْـــرِ مِنْكُــمْ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَــرُدُّوْهُ اِلَى
اللهِ وَالرَّسُـــــوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُــؤْمِنُــوْنَ بِاللهِ وَالْيَــوْمِ
الْاٰخِـــرِ ﴿ النســـــاء : ٥۹﴾
Artinya +- :
“ wahai orang-orang yang beriman !
taatilah Allah dan taatilah Rosul (Muchammad) dan Ulil amri (pemegang
kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada Allah(Al-qur’an) dan Rosul (sunnahnya) jika kamu
beriman kepada Allah dan hari akhir”.
قوله ﴿وَأُولِى
الْأَمْـــرِ﴾ إشــارة للإجمأع ، وقوله ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُـــمْ﴾ إشــارة للقياس
، قوله ﴿وَاُولِى الْأَمْـــرِ﴾ يدخل فيــه الخــلــفاء الراشــدين ، والأئمة
المجتهــدون ، والقضاة والحكام {تفسيــــر الصاوي جــز ١ ص ٢۹۹}
Firman Allah : ﴿وَأُولِى
الْأَمْـــرِ﴾ itu mengisyarohkan pada ijma’ (
kesepakatan Ulama’ mujtahid dalam urusan agama)
Firman Allah : ﴿فَإِنْ
تَنَازَعْتُـــمْ﴾ itu mengisyarohkan pada Qiyas.
Ijma’ adalah ;
الإِجْمَاعُ اتِّفَــاقُ
الْمُجْتَهِدِيْنَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليــه وسلــم عَلَى أَمْـــرٍ
دِيْنِيٍّ
Kesepakatan
para Mujtahid ( ULAMA 4 ), Dalam
mengambil hukum Langsung dari
Al-qur’an dengan
ilmu-ilmu
tertentu dari umatnya nabi muhammad SAW. (
Imam Syafi'i, Imam maliki ,Imam Chanafi dan Imam Chambali )
QIYAS
adalah
رَدُّ الْفَرْعِ اِلَى الْاَصْلِ بِعِلَّةٍ يَجْمَعُهَا فِى
الْحُكْمِ
Menyamakan
sesuatu pada sesuatu yang lain karena ada titik persamaan diantara kedua
perkara tersebut,contoh qiyas yaitu ;
1.
Berzakat,
kalau zaman dahulu memakai gandum & kurma, zaman sekarang memakai beras . Sama
sama didalam bahan makanan pokok.
قال
رســول الله صلى الله عليه وســلم زَكَاةُالْفِطْــرِ فَــرْضٌ عَلَى كُلِّ
مُسْــلِمٍ حُــرٍّ وَعَبْــدٍ ذَكَــرٍ وَاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ صَاعٌ
مِنْ تَمْــرٍ اَوْ صَاعٌ
مِنْ
شَعِــيْــــرٍ. رواه الدراقطنى عن ابن عمـــر
Artinya Rosululloh SAW bersabda yang artinya kurang
lebih:
Zakat fitrah itu difardhukan atas semua orang islam, baik
yang merdeka atau sahaya, laki-laki atau perempuan dari golongan islam,
sebanyak satu sho’ atau 2 kg 4 ons dari kurma kering atau satu sho’ dari
gandum. ( riwayat Addaroquthni dari ibnu Umar)
Dalam
hadis tersebut disebutkan bahwa yang dikeluarkan zakatnya adalah kurma atau
gandum bukan beras, sebab di kala itu kedua tersebut menjadi bahan makanan
pokok. Jadi zakat beras disamakan dengan zakat gandum sama didalam olehnya
menjadi bahan makanan pokok.
2. Segala
makanan/minuman yang
memabukkan haram, sebab
disamakan dengan khomer. Seperti narkoba, ganja,pil koplo,dan sebagainya.
Padahal di dalam Al-qur’an yang disebutkan hanya khomer.
Maka
jika ada orang yang tidak memakai qiyas, tapi zakatnya dengan beras, berarti
dia menyimpang dari Al-qur’an. Karena di dalam Al-qur’an tidak ada yang menerangkan
zakat memakai beras.
Kesimpulan :
pedoman/dasar-dasar agama islam itu ada 4, yaitu
Al-qur’an, Chadist, Ijma’ dan Qiyas. Cukup di
dalam kitab المبادئ
الفقهــية juz 3 sudah disebutkan bahwa dasar-dasar agama itu adalah 4 tersebut.
12.
البِــدَعِيَــة (AL-BIDA’IYAH)
أَوَّاُ مَنْ ابْتَدَعَ
هــذِهِ الْأَحْــدَاثَ فِى هــذِهِ الأُمَّةِ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز
: ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa
: di dalam
agama islam boleh melakukan bid'ah, mereka orang-orang pertama kali yang
mengadakan bid’ah.
Menurut ASWAJA :
- Imam syafi'i membagi bid'ah dalam
2 bentuk yakni
umum dan khusus.
1. BID'AH UMUM
مَالَمْ
يَكُنْ فِيْ عَهْـــدِ رَسُــــوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلــم وَلَا فِيْ
عَهْـــدِ الصَّحَــابَةِ عِبَادَةً اَوْ عَادَةً
Artinya :
tindakan atau
amalan yang tidak ada di zaman Rosulullah SAW dan tidak ada di zaman Shohabat,
baik tindakan ibadah atau adat.
Bid’ah umum ini
menurut الشيخ الإمام
أبــو محمد بن عبــد الســلام dibagi menjadi 5 :
1.
Bid’ah
wajibah.
Seperti : menulis Al-qur’an, menulis ilmu syari’at islam, jika
dikhawatirkan tersia-sia, mengarang kitab-kitab agama islam yang dibutuhkan
oleh masyarakat, hanya saja wajibnya wajib kifayah bukan wajib ‘ain, belajar
ilmu nahwu shorof dan sebagainya.
2.
Bid’ah
muharromah.
Seperti :cukai/pajak.
3.
Bid’ah
makruhah.
Seperti : menghiasi masjid, mengkhususkan qiyamullail (sholat sunnah malam)
di malam jum’at, makan dengan tangan kanan memakai sendok tangan kiri memakai
garpu.
4.
Bid’ah
mandubah/sunnah/mustachabah.
Seperti : melakukan sholat tarawih berjamaah, membangun pondok pesantren,
madrasah dan semua tindakan yang baik yang tidak dikenal atau diketahui di
zaman yang pertama yaitu zamannya Rosulullah SAW dan sahabat.
5.
Bid’ah
mubahah.
Seperti : jabat tangan setelah sholat fardhu ashar dan subuh. Sebab setelah
sholat itu diperintahkan supaya berdzikir kepada Allah.
لقوله
تعالى : قَاِذَافَـــرَغْتَ فَانْصَبْ
Artinya
: “ jika kamu sudah selesai sholat, maka berdo’alah”.
2.BID'AH
KHUSUS
الزِّيَادَةُ
فِى الدِّيْنِ اَوِ النُّقْصَانِ مِنْهُ الْحَادِثَانِ بَعْدَ الصَّحــَـابَةِ
بِغَيْــرِ اِذْنٍ مِنَ الشَّــارِعِ لَا قَــوْلًا وَلَا فِعْلًا وَلَا صَـــرِيْحًا
وَلَا اِشَـــارَةً
Artinya :
Bid’ah khusus ialah mengadakan
penambahan atau pengurangan dalam agama setelah zamannya Shohabat tanpa ijin
dari syar’i yaitu Allah atau Rosulullah SAW (qur’an/hadist) ijin secara
perintahan tidak ada dan ijin secara contoh tindakan Nabi tidak ada.
Yang dimaksud ijin dari syar’i itu tidak cocok dengan dalil agama,
contohnya sholat dengan menghadapkan gambarnya dari seorang guru di mukanya,
yang berlaku dikalangan sebagian jamaah orang islam sendiri. Musabaqoh
tilawatil qur’an . adakah Musabaqoh di zaman Nabi ? kalau mengadakan
pengurangan /penambahan setelah zamannya Shohabat itu ada ijin syar’i yakni
dalil dari agama walau secara isyaroh itu tidak termasuk bid’ah.
قال رســول الله صلى الله عليــه وســلم مَنْ
اَحْـــدَثَ فِى اَمْـــرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ . رواه البخارى
ومسلم
Artinya :
Siapa orang yang mengadakan
pembaharuan dalam agamaku yang tidak didasarkan agama islam, maka itu ditolak.
Bid’ah itu adakalanya yang berhubungan dengan i’tiqod, dinamakan bid’ah
i’tiqodiyah, adakalanya yang berhubungan
dengan ibadah dinamakan bid’ah ibadiyah, dan adakalanya yang berhubungan
dengan ‘adah/kebiasaan dinamakan bid’ah ‘adiyah.
Adapun bid’ah arti
umum itu bisa menjurus kapada ibadah atau ‘adah, kalau bid’ah arti khusus tidak
bisa menjurus kepada ‘adah bahkan hanya pada sebagian i’tiqod dan sebagian
ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar