Sabtu, 12 Desember 2015

PERPECAHAN ISLAM BAG.KEEMPAT ( AL MURJIAH )

AL-MURJIAH
المُـــــــــرْجِئَة

Hasil gambar untuk annajach koripan

Berkeyakinan kalau sudah iman,m maka boleh ma'siat, dan apabila orang itu kufur/tiadk iman ,maka  tidak ada manfaat apa apa.

1.         التَّـــــارِكِيَة  (AT-TARIKIYAH)
قَالُوْا لَيْسَ لِلّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِــــــــهِ فَــرِيْضَــةٌ سِوَى الْإِيْــــمَانِ بِهِ فَمَنْ أمَـــنَ بِهِ فَلْيَفْعَلْ مَا شَـــاءَ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
 Berkeyakinan bahwa : semua makhluq itu tidak mempunyai kewajiban apapun dihadapan Allah kecuali iman, maka bagi siapa saja yang sudah beriman boleh bertindak apa yang dia kehendaki.
        Menurut ASWAJA :
Orang itu tidak cukup dengan iman saja, harus dibuktikan dengan tindakan.
الإِيْمَانُ عُـــــرْيَانٌ وَلِبَاسُهُ التَّقْـــوَى وَزِيْـــنَتُهُ الْحَيَاءُ وَثَمْـــرَتُهُ الْعِـــلْمُ
Artinya :
 “ iman itu telanjang dan pakaiannya adalah taqwa, hiasannya adalah malu dan buahnya adalah ilmu.
Orang yang tidak punya malu akan bertindak semena-mena dan tidak takut kepada Allah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْــبُــدُوْنَ ﴿الذاريـات : ٥٦﴾  لقــوله تعالى :
Artinya : “ dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepadaku”.   

2.         السَّـــــائِبِيَّة  (AS-SAIBIYAH)
قَالُوْ إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَيَّبَ خَلْقَـــهُ لِيَفْعَـــلُوْا مَا شَــاءَ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
        Berkeyakinan bahwa : Allah membiarkan kepada manusia untuk berbuat semaunya.
Menurut ASWAJA :
        Allah itu tidak mungkin menciptakan manusia tanpa peraturan. Jenisnya peraturan itu ada yang berupa perintahan dan ada larangan, maka siapa yang ikut perintahan Allah, maka surgalah tempatnya dan siapa yang melanggar maka nerakalah tempatnya.

3.         الرَّاجِيَـــــــــــة  (AR-ROJIAH)
لَايُسَمَّى الطَّائِعُ طَائِعًا وَلَا الْعَاصِى عَاصِيًــا لِأَنَّا لَانَدْرِىْ مَالَهُ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
        Berkeyakinan bahwa : orang yang to’at itu tidak bisa disebut to’at dan orang yang melakukan ma'siat tidak bisa disebut ma'siat, karena kita besok tidak tahu dalam pengadilan Allah apakah mendapatkan ampunan atau tidak.
Seumpama kita di dunia melakukan to’at, tapi kalau besok ditakdir orang tidak beruntung, maka sia-sia amal kita, ini seperti orang yang hakekat tanpa syari’at.
Menurut ASWAJA :
orang yang to’at itu bisa disebut to’at dan orang yang melakukan ma'siat  bisa disebut ma'siat.
 JALAN UNTUK MENUJU AKHIRAT ITU ADA 3, YAITU :
1.         شـــريعة : peraturan-peraturan agama yang dibebankan kepada orang yang sudah baligh. Seperti haram, wajib, sunnah, makruh, dan muvah.
2.         طـــريــقة : jalan/amalan melakukan peraturan agama, baik berupa melakukan perintah. Seperti sholat, mencari ilmu syar’i dan sebagainya atau berupa menjauhi larangan. Seperti tidak berzina, minum khomr, membunuh dan sebagainya.
3.         حقيـــــــقة : inti pokok/tujuan.
Orang yang hanya melakukan syari’at tanpa chaqiqot itu kosong, sedangkan melakukan chaqiqot tanpa syri’at itu batal.

4.         السَّــــالِبِيَّة  (AS-SALIBIYAH)
قَالُوْا الطَّاعَةُ لَيْسَتْ مِنَ الْإِيْــمَانِ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
 Berkeyakinan bahwa : tho’at itu tidak sebagian dari iman.
 Menurut ASWAJA :
        Tho’at itu menjadi tanda bahwa dirinya beriman, sebab  tanadanya iman adalah melakukan perintah Allah seperti sholat, puasa, zakat dan sebagainya.

5.         البَهِيْـــشِيَة  (AL-BAHISSIYAH)
قَالُوْا الإِيْمَانُ عِلْمٌ وَمَنْ لَايَعْلَمُ الْحَقَّ مِنَ الْبَاطِلِ وَالْحَلَالِ مِنَ الْحَـــرَامِ فَهُوَ كَافِـــــرٌ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : iman adalah ilmu, siapa orang yang tidak mengerti mana barang yang حق (benar) dari barang yang باطل (salah) , barang halal dan barang haram maka orang itu dianggap kafir.
Menurut ASWAJA :
        Siapa orang yang tidak bisa membedakan mana barang yang haram dan yang halal maka orang itu tidak kafir, tapi bodoh dalam agama, karena dalam agama diperintahkan ( sangat diwajibkan) untuk belajar ilmu tentang apa saja yang akan dilakukannya agar bisa selamat dari barang yang haram, sebab orang itu jika memakan/memakai barang yang haram, maka do’a-do’anya tidak akan bisa dikabulkan dan akan disiksa.
هُــوَ تَصْدِيْــقٌ فِى الْقَلْبِ وَإِقْـــْرَارٌ بِاالِّلســانِ وَعَمَـــــلٌ بِالْأَرْكَانِ الإِيْمَانُ
Iman adalah keyakinan/kemantaban  hati, di ucapkan dengan lesan dan di amalkan dengan perbuatan anggota badan.

6.         العَمَلِيـَـــــة  (AL-‘AMALIYAH)
قَالُوْا الْإيْمَــــانُ عَمَلٌ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
        Berkeyakinan bahwa : iman adalah amal, maka siapa saja orang yang tidak amal maka tidak iman.
        Menurut ASWAJA :
Iman tidak amal dinamakan orang fasiq. Dan amal tanpa iman dinamakan munafiq.
Isi atau kandungan iman adalah :
1. Meyakini di dalam hati
2. Pengakuan Lisan (mengakui)
3. Pengamalan
 Maka bila tidak amal, dikatakan orang yang imannya tidak sempurna.

7.         المَنْقُـــــوْصِيَة  (AL-MANQUSIYAH)
قَالُوْا الْإِيْمَـــانُ لَايَزِيْدُ وَلَا يَنْقُــصُ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
 Bekeyakinan bahwa : iman itu tidak bisa tambah dan tidak bisa kurang.
Menurut ASWAJA :
 Iman itu bisa tambah dan bisa kurang sebab amal,  orang semakin banyak to’atnya, maka iman orang itu bisa bertambah. Jadi iman itu bisa dilihat dari segi tho’atnya, kalau orang itu tho’atnya tambah maka imannya tambah, kalau tho’atnya kurang maka imannya berkurang.
Imam auza'i mengatakan :
Siapa orang yang mengatakan iman tidak bisa tambah/kurang maka sama dengan melakukan bid'ah, maka jauhilah !

8.         المُسْتَسْنِيَة  (AL-MUSTASNIAH)
قَالُوْا الْإِسْتِثْنَاءُ مِنَ الْإِيْمَـــانِ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
 Berkeyakinan bahwa : ISTISNA’ (orang yang mengucapkanأَنَا مُــؤْمِنٌ اِنْ شَــاءَ اللهُ ” : saya orang mu’min insyaallah) sebagian dari iman.
Menurut ASWAJA :
        Orang yang mengucapakan أَنَا مُــؤْمِنٌ اِنْ شَــاءَ اللهُ ” 
Menurut Imam Hanafi : tidak boleh. Maka ucapkanlah اَنَا مُــؤْمِنٌ حَقًّا saya sejatinya orang mu’min, sebab termasuk perkara yang jelas.
contoh : saya bergerak, maka jelas dikatakan bergerak, tidak dikatakan saya bergerak insyaalalah.
Menurut Imam Syafi’i : boleh, Karena yang dimaksud iman itu 
                                                                تَصْــدِيْقٌ فِيْ الْقَلْبِ وَ اِقْـــرَارٌ بِاللِّــسَانِ وَعَمَلٌ بِالْاَرْــكَانِ
(meyakini di hati, mengakui dengan lisan, pengamalan dengan tindakan). Yang dimaksud disini adalah ragu  amalannya itu apakah suda menetapi syarat rukun/belum apakah diterima / tidak. Maka boleh mengucapkan اَنَا مُــؤْمِنٌ اِنْ شَــاءَ اللهُ .

9.         المُشَبِّهــة  (AL-MUSYABIHAH)
قَالُوْا بَصَـــرٌ كَبَصَـــرٍ وَيَــدٌ كَيَـــدٍ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
 Berkeyakinan bahwa : Allah mempunyai penglihatan seperti penglihatan makhluq, dan mempunyai tangan seperti tangannya makhluq.
Golongan yang berkeyakinan seperti musyabihah adalah ( KIROMIYAH/ WAHABI ) berkeyakinan menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan  juga berkyakinan bahwa Allah bertempat di ARSY.
        Menurut ASWAJA :
Allah tidak boleh disifati dengan barang baru.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءُ ﴿الشـــورى : ١١﴾
Artinya : “ tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (الله)".
Dan Allah itu menguasai ARSY bukan bertempat di ARSY.
Yang dimaksud يَدُ اللهِ فَــوْقَ اَيْــدِيْهِمْ  adalah bukan Chakikat tangan, tapi kekuasaan Allah itu di atas (lebih kuasa) kekuasaan para makhluq.

10.     الحَشَـــوِيَة  (AL-CHASAWIYAH)
قَالُوْا حُكْمُ الْأَحَادِيْثِ كُلِّهَا وَاحِدٌ فَعِنْدَهُمْ أَنَّ تَارَكَ النَّفْلِ كَتَارِكِ الْفَـــــرْضِ  {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
        Berkeyakinan bahwa : hukumnya semua hadits itu satu, maka orang yang meninggalkan perkara sunah seperti meninggalkan perkara wajib.
Menurut ASWAJA :
Hukumnya hadis itu ada yang shohih, chasan, dloif, maudhu’, dan lain-lain.
Meninggalkan  perkara sunah tidak sperti meninggalkan perkra wajib/fardlu. Sebab yang dimaksud :
1.         Sunnah adalah setiap perkara yang apabila dilakukan mendapat pahal dan bila ditinggalkan tidak disiksa/tidak dosa.
2.         Wajib adalah setiap perkara yang apabila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan mendapat siksa/dosa.


11.     الظَّاهِـــرِيَة  (ADZ-DHOHIRIYAH)
الَّذِيْنَ نَفَــوْا الْقِيَــاسَ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
        Berkeyakinan bahwa : dalam agama islam tidak ada QIYAS (menyamakan sesuatu pada sesuatu yang lain karena ada titik persamaan diantara kedua perkara tersebut)
Menurut ASWAJA :
Dalam agama islam qiyas itu tetap ada, sebab pedomannya orang islam itu ada 4 : Al-qur’an, Chadist, Ijma’ dan qiyas. Berdasarkan :

يَاۤ اَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰمَنُــوْا أَطِيْعُــوْا اللهَ وَأَطِيْـعُــوْا الرَّسُــــوْلَ وَاُولِى الْاَمْـــرِ مِنْكُــمْ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَــرُدُّوْهُ اِلَى اللهِ وَالرَّسُـــــوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُــؤْمِنُــوْنَ بِاللهِ وَالْيَــوْمِ الْاٰخِـــرِ ﴿ النســـــاء : ٥۹﴾

Artinya +- :
“ wahai orang-orang yang beriman ! taatilah Allah dan taatilah Rosul (Muchammad) dan Ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah(Al-qur’an) dan Rosul (sunnahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir”.
قوله ﴿وَأُولِى الْأَمْـــرِ﴾ إشــارة للإجمأع ، وقوله ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُـــمْ﴾ إشــارة للقياس ، قوله ﴿وَاُولِى الْأَمْـــرِ﴾ يدخل فيــه الخــلــفاء الراشــدين ، والأئمة المجتهــدون ، والقضاة والحكام {تفسيــــر الصاوي جــز ١ ص ٢۹۹}
Firman Allah : ﴿وَأُولِى الْأَمْـــرِ itu mengisyarohkan pada ijma’ ( kesepakatan Ulama’ mujtahid dalam urusan agama)
Firman Allah : ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُـــمْ itu mengisyarohkan pada Qiyas.
Ijma’ adalah ;
الإِجْمَاعُ اتِّفَــاقُ الْمُجْتَهِدِيْنَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليــه وسلــم عَلَى أَمْـــرٍ دِيْنِيٍّ
Kesepakatan para Mujtahid ( ULAMA 4 ), Dalam mengambil hukum  Langsung dari Al-quran dengan ilmu-ilmu tertentu dari umatnya nabi muhammad SAW.  ( Imam Syafi'i, Imam maliki ,Imam Chanafi dan Imam Chambali )
QIYAS adalah
 رَدُّ الْفَرْعِ اِلَى الْاَصْلِ بِعِلَّةٍ يَجْمَعُهَا فِى الْحُكْمِ
Menyamakan sesuatu pada sesuatu yang lain karena ada titik persamaan diantara kedua perkara tersebut,contoh qiyas yaitu  ;
1.         Berzakat,  kalau zaman dahulu memakai gandum & kurma, zaman sekarang memakai beras . Sama sama didalam bahan makanan pokok.

قال رســول الله صلى الله عليه وســلم زَكَاةُالْفِطْــرِ فَــرْضٌ عَلَى كُلِّ مُسْــلِمٍ حُــرٍّ وَعَبْــدٍ ذَكَــرٍ وَاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ صَاعٌ مِنْ تَمْــرٍ اَوْ صَاعٌ
مِنْ شَعِــيْــــرٍ. رواه الدراقطنى عن ابن عمـــر

Artinya  Rosululloh SAW bersabda yang artinya kurang lebih:
 Zakat fitrah itu difardhukan atas semua orang islam, baik yang merdeka atau sahaya, laki-laki atau perempuan dari golongan islam, sebanyak satu sho’ atau 2 kg 4 ons dari kurma kering atau satu sho’ dari gandum. ( riwayat Addaroquthni dari ibnu Umar)
Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa yang dikeluarkan zakatnya adalah kurma atau gandum bukan beras, sebab di kala itu kedua tersebut menjadi bahan makanan pokok. Jadi zakat beras disamakan dengan zakat gandum sama didalam olehnya menjadi bahan makanan pokok. 
2. Segala makanan/minuman yang memabukkan haram, sebab disamakan dengan khomer. Seperti narkoba, ganja,pil koplo,dan sebagainya. Padahal di dalam Al-qur’an yang disebutkan hanya khomer.
Maka jika ada orang yang tidak memakai qiyas, tapi zakatnya dengan beras, berarti dia menyimpang dari Al-qur’an. Karena di dalam Al-qur’an tidak ada yang menerangkan zakat memakai beras.
Kesimpulan :
 pedoman/dasar-dasar agama islam itu ada 4, yaitu
 Al-qur’an, Chadist, Ijma’ dan Qiyas. Cukup di dalam kitab المبادئ الفقهــية juz 3 sudah disebutkan bahwa dasar-dasar agama itu adalah 4 tersebut.

12.     البِــدَعِيَــة  (AL-BIDAIYAH)
أَوَّاُ مَنْ ابْتَدَعَ هــذِهِ الْأَحْــدَاثَ فِى هــذِهِ الأُمَّةِ {تفســــــــــــــــير القرطبى، جز : ٤، ص ١٦٢}
Berkeyakinan bahwa : di dalam  agama islam boleh melakukan bid'ah, mereka orang-orang pertama kali yang mengadakan bid’ah.
        Menurut ASWAJA :
- Imam syafi'i membagi  bid'ah dalam  2 bentuk yakni  umum dan khusus.

            1. BID'AH UMUM
مَالَمْ يَكُنْ فِيْ عَهْـــدِ رَسُــــوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلــم وَلَا فِيْ عَهْـــدِ الصَّحَــابَةِ عِبَادَةً اَوْ عَادَةً
Artinya :
tindakan atau amalan yang tidak ada di zaman Rosulullah SAW dan tidak ada di zaman Shohabat, baik tindakan ibadah atau adat.
Bid’ah umum ini menurut الشيخ الإمام أبــو محمد بن عبــد الســلام  dibagi menjadi 5 :
1.         Bid’ah wajibah.
Seperti : menulis Al-qur’an, menulis ilmu syari’at islam, jika dikhawatirkan tersia-sia, mengarang kitab-kitab agama islam yang dibutuhkan oleh masyarakat, hanya saja wajibnya wajib kifayah bukan wajib ‘ain, belajar ilmu nahwu shorof dan sebagainya.
2.         Bid’ah muharromah.
Seperti :cukai/pajak.
3.         Bid’ah makruhah.
Seperti : menghiasi masjid, mengkhususkan qiyamullail (sholat sunnah malam) di malam jum’at, makan dengan tangan kanan memakai sendok tangan kiri memakai garpu.
4.         Bid’ah mandubah/sunnah/mustachabah.
Seperti : melakukan sholat tarawih berjamaah, membangun pondok pesantren, madrasah dan semua tindakan yang baik yang tidak dikenal atau diketahui di zaman yang pertama yaitu zamannya Rosulullah SAW dan sahabat.
5.         Bid’ah mubahah.
Seperti : jabat tangan setelah sholat fardhu ashar dan subuh. Sebab setelah sholat itu diperintahkan supaya berdzikir kepada Allah.
لقوله تعالى : قَاِذَافَـــرَغْتَ فَانْصَبْ
 Artinya : “ jika kamu sudah selesai sholat, maka berdo’alah”.


2.BID'AH KHUSUS
الزِّيَادَةُ فِى الدِّيْنِ اَوِ النُّقْصَانِ مِنْهُ الْحَادِثَانِ بَعْدَ الصَّحــَـابَةِ بِغَيْــرِ اِذْنٍ مِنَ الشَّــارِعِ لَا قَــوْلًا وَلَا فِعْلًا وَلَا صَـــرِيْحًا وَلَا اِشَـــارَةً

Artinya :
 Bid’ah khusus ialah mengadakan penambahan atau pengurangan dalam agama setelah zamannya Shohabat tanpa ijin dari syar’i yaitu Allah atau Rosulullah SAW (qur’an/hadist) ijin secara perintahan tidak ada dan ijin secara contoh tindakan Nabi tidak ada.
Yang dimaksud ijin dari syar’i itu tidak cocok dengan dalil agama, contohnya sholat dengan menghadapkan gambarnya dari seorang guru di mukanya, yang berlaku dikalangan sebagian jamaah orang islam sendiri. Musabaqoh tilawatil qur’an . adakah Musabaqoh di zaman Nabi ? kalau mengadakan pengurangan /penambahan setelah zamannya Shohabat itu ada ijin syar’i yakni dalil dari agama walau secara isyaroh itu tidak termasuk bid’ah.

قال رســول الله صلى الله عليــه وســلم مَنْ اَحْـــدَثَ فِى اَمْـــرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ . رواه البخارى ومسلم
Artinya :
 Siapa orang yang mengadakan pembaharuan dalam agamaku yang tidak didasarkan agama islam, maka itu ditolak.
Bid’ah itu adakalanya yang berhubungan dengan i’tiqod, dinamakan bid’ah i’tiqodiyah, adakalanya yang berhubungan  dengan ibadah dinamakan bid’ah ibadiyah, dan adakalanya yang berhubungan dengan ‘adah/kebiasaan dinamakan bid’ah ‘adiyah.

Adapun bid’ah arti umum itu bisa menjurus kapada ibadah atau ‘adah, kalau bid’ah arti khusus tidak bisa menjurus kepada ‘adah bahkan hanya pada sebagian i’tiqod dan sebagian ibadah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar